Situs Tapan yang Terlupakan
Candi
merupakan warisan budaya bangsa yang telah di akui oleh mata dunia yang
hendaknya kita jaga dan kita lestarikan agar menjadi sebuah aset bangsa yang berharga.
Namun kalimat tersebut berbanding terbalik dengan keadaan situs situs kuno yang
banyak terbengkalai. Salah satunya yakni, Candi Tapan yang terletak di Desa
Bakulan Kecamatan Talun Kabupaten Blitar. Pengambilan nama Tapan sendiri
diambil dari kebiasaan orang orang zaman dahulu yang menjadikan situs ini
sebagai tempat bertapa atau menyepi.
Adanya candi Tapan ini sendiri, menurut Danang sudah didengar BP3 sejak tahun 1995. Namun penggalian baru dilakukan saat ini setelah mendapat laporan adanya penggalian liar yang mengancam keberadaan candi. Temuan ini merupakan situs Hindu dengan ajaran Siwaisme (dewa perusak) pada masa Kerajaan Majapahit, dengan Raja Raden Wijaya yang bergelar Kertanegara Jayawardana (1293-1309 SM). Situs Tapan berada di kebun milik Sunarto. Lokasinya persis di tengah sawah yang kini ditanami padi. Beberapa meter arah selatan situs, terlihat Sungai Jari yang mengalir cukup deras.
Situs ini ditemukan warga pada 2009, tepatnya bulan Juli. Namun, warga tak segera melaporkan temuan situs ini dan pihak Muspika tampaknya juga kurang peduli . Meskipun telah di lakukan restorasi oleh Pemerintah,keadaan candi peninggalan Kerajaan Hindu Syiwa tersebut sangat memprihatinkan. Ditambah dengan sikap masyarakat yang cenderung acuh tak acuh dengan keberadaan candi tersebut. Padahal,Candi yang dahulu sering di gunakan untuk bertapa tersebut memiliki keindahan dan keunikan yang lebih dari candi candi yang lain.Berada di kedalaman 6 meter dari permukaan tanah. Namun kendati demikian pondasi dasar bangunan belum di temukan. Sebelum tergali, lokasi yang berada di tengah sawah dan jauh dari pemukiman penduduk ini berupa gundukan tanah liat yang merupakan pekarangan dengan pohon buah-buahan. Dari pantauan SI, saat ini fisik candi tampak diketahui.
Selain bangunan berundak-undak yang seluruhnya bata merahtj ukuran besar, tak jauh dari lokasi terdapat Yoni (pasangan Lingga) dari bahan batu kali yang sudah tidak sempurna bentuknya. Arca dwarapala dan lembu andini sendiri berada sekitar 50 meter dari komplek candi, di tengarai menambah luas candi yang di perkirakan hingga 1 hektare. Namun,setelah di temukan beberapa arca tersebut penggalian candi di hentikan dan tidak di perhatikan lagi oleh Pemerintah Kabupaten. Beberapa penelitian oleh Badan Arkeologi Trowulan juga berhenti dan hanya meninggalkan misteri peninggalan Kerajaan apakah candi tersebut. Padahal sebelumnya,candi tersebut di gadang gadang menjadi candi terbesar yang dapat melebihi candi Penataran yang berada di Nglegok.Oleh karena itu,Pemerintah harus segera tanggap dan peduli dengan keadaan dan keberlangsungan situs situs warisan nenek moyang Indonesia.Karena,situs situs berejarah juga dapat dijakdikan sebagtai tempat pariwisata yang mungkin bisa menguntungkan bagi pemerintah setempat juga masyarakat sekitar.
Namun, sebelum dapat dijadikan sebagai tempat wisata sejarah Candi yang sangat jarang dikunjungi oleh masyarakat sekitar karena terkenal dengan cerita mistis nya ini harus di restorasi lebih jauh lagi.Penggalian Candi ini juga harus segera dilakukan kembali agar bagian bagian candi yang belum ditemukan tidak keropos termakan usia.Selain itu, masyarakat sekitar juga harus tanggap dan peduli akan keberadaan candi tersebut.Tidak hanya mempromosikan candi ini dengan cerita angker yang mengakibatkan para pengunjung takut,namun masyarakat sekitar harus mempromosikan dengan menyebarkan berita kepada sanak keluarga tentang keindahan panorama di sekeliling Candi tersebut.Pemandangan sekeliling candi tapan menjadi salah satu aset yang dapat menambah eksotisme candi ini.
www.blitarkab.go.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar